MAKASSAR – Pusat Grosir Burung adalah pusat perbelanjaan grosir terbesar di Indonesia Timur, yang dibangun berdasarkan perjanjian kerjasama yang berbentuk Bangun Guna Serah antara Pemerintah Kota Makassar (diwakili oleh PD Pasar Makassar) dengan investor HM. Irsyad Doloking melalui Koperasi Serba Usaha Bina Duta, dengan masa perjanjian disepakati bersama berakhir pada tahun 2037.
Perjanjian Bangun Guna Serah merupakan bentuk kerjasama antara pihak swasta (investor) dengan pemerintah yang sah dan dilindungi oleh Peraturan yang Sah.
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang dimaksud dengan Perjanjian Bangun Guna Serah merupakan Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa Tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara, pengertian Bangun Guna Serah, adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa Tanah oleh pihak lain (investor) dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain (investor) tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Terkait opini adanya kasus korupsi pada pengelolaan Pusat Grosir Butung, hal tersebut sangatlah membuat warganet bertanya-tanya, apa yang di korupsi dari pengelolaan pasar Butung.
“Karena hak kelola masih pada Koperasi Bina Duta, dan belum beralih ke Pemerintah Kota Makassar, sehingga secara akal sehat, kalaupun ada yang dikorupsi, tentu yang mengalami kerugian adalah pengelola, bukan pemerintah Kota Makassar ataupun PD Pasar Makassar,” ungkap Baharuddin dalam rilisnya yang diterima redaksi, Senin (05/09/2022).
Baharuddin, selaku Sekretaris Koperasi Bina Duta, menjelaskan, terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Makassar, seharusnya hanya terkait pengumpulan informasi terkait kesepakatan tahun 2012 dan 2015 antara pengurus lama Koperasi Serba Usaha Bina Duta dengan PD Pasar berbentuk pungutan Jasa Produksi yang rutin dilakukan penyetoran oleh pengurus Koperasi Bina Duta setelah PD Pasar Makassar menerbitkan tagihan.
Namun demikian, pada Tahun 2019 – 2020 PD Pasar Makassar tidak menerbitkan tagihan kepada Koperasi Bina Duta tanpa adanya alasan yang jelas.
Pada Tahun 2019 dan 2020, beberapa kali Koperasi Bina Duta telah menyetorkan secara langsung kepada Bagian Keuangan PD Pasar, namun selalu ditolak, dengan alasan ada “petunjuk” dari aparat yang memerintahkan agar setoran dari Koperasi Bina Duta jangan diterima karena masih ada masalah hukum.
Secara tertulis, Koperasi Bina Duta juga telah berkali-kali melakukan persuratan permintaan untuk menerbitkan penagihan oleh PD Pasar namun juga tidak direspon.
Dan untuk diketahui masyarakat, pada tahun 2020 PD Pasar pernah menerbitkan tagihan, namun saat dibayarkan ke PD Pasar melalui UPTD Butung, Kabag Keuangan, Kabag Umum dan bendahara menolak dengan alasan berproses di kejaksaan.
Jadi sekarang permasalahannya seharusnya sudah jelas, siapa yang harus bertanggungjawab atas tidak diterimanya PAD hak pemerintah Kota Makassar yang seharusnya diterima melalui PD Pasar, sehingga jelas.
“Penetapan tersangka atas dugaan Korupsi pada Pasar Butung kepada Ketua Koperasi Bina Duta adalah sangat tidak masuk akal. Jika mengikuti akal sehat, bukankah seharusnya yang dijadikan tersangka adalah Direktur PD Pasar dan jajarannya yang menolak pembayaran dari Koperasi Bina Duta beserta adengan oknum yang memberikan petunjuk atau perintah agar tidak menerima setoran dari Koperasi Bina Duta,” kata Baharuddin.
Dalam perjanjian antara Pemerintah Kota Makassar dengan Koperasi Bina Duta jelas tercantum, masing-masing pihak telah memiliki hak dan kewajiban para pihak, termasuk didalamnya hak pengelolaan Pusat Grosir Butung dipegang sepenuhnya oleh Koperasi Bina Duta dan akan berakhir di tahun 2037.
Dan apabila terdapat permasalahan atas pelaksanaan perjanjian akan mengedepankan asas musyawarah mengingat perjanjian yang ditandatangani adalah kesepakatan keperdataan bagi kedua belah pihak.
“Sehingga apabila ada persoalan, seharusnya diselesaikan dengan melalui cara perdata sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama,” ucap Baharuddin.
Baharuddin menambahkan, bahwa kewajiban Koperasi Bina Duta kepada PD Pasar Makassar Raya hanya ada 3, yaitu :
1. Jasa harian sebesar 27.750 jt/bulan yg selama ini ditagih langsung oleh Kolektor PD Pasar Makassar Raya ke pedagang.
2. Jasa parkir 6 jt/bln tetap berjalan dan setelah ada arahan, maka jasa Parkir tersebut dihentikan sendiri oleh PD Pasar Makassar Raya Sendiri dan pengurus Koperasi Bina Duta telah beberapa kali bersurat kepada PD Pasar Makassar Raya namun tidak ditanggapi.
3. Jasa Produksi untuk 37 lods Basah yang tidak ditagihkan mulai dari 2019, dimana kesepakatan selama ini adalah, Koperasi Bina Duta harus membayar sesuai jumlah tagihan yang diterbitkan PD Pasar Makassar Raya.
Jadi jelas, kata Baharuddin apabila PD Pasar Makassar Raya tidak menerbitkan tagihan, jangan sampai inisiatif Koperasi Bina Duta membayar secara langsung ke PD Pasar malah bermasalah karena rawan diselewengkan, karena dasar penerimaan PD Pasar menerima pembayaran tidak ada.
“Namun yang menjadi pertanyaan mengapa pendapatan sewa menyewa antara penyewa Lods, kios dan toko dengan KSU Bina Duta tahun 2019 hingga tahun 2020 oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kota Makassar dihitung sebagai indikasi kerugian negara,” tanya Burhanuddin.
Padahal, tambahnya pendapatan dari sewa pedagang dengan Koperasi Bina Duta tersebut merupakan hak investor (HM Irsyad Doloking dan Koperasi Bina Duta) dalam mengembalikan modal investasi yang telah ditanamkan dan telah berlangsung dari bangunan Pusat Grosir Butung mulai berdiri hingga saat ini dengan selaku investor.
Sangat tidak masuk akal apabila hak investor berupa hak menerima uang sewa kios, toko, Lods dan bangunan yang ada di Pasar Grosir Butung tiba-tiba diterjemahkan sebagai tindakan korupsi oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kota Makassar.
Burhanuddin mengatakan, jika permasalahan interpretasi hak dan kewajiban yang diatur secara sah antara investor dengan pemerintah bisa diterjemahkan sebagai korupsi, apakah hal tersebut masih masuk akal, dan sangat bertentangan dengan upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar guna mengundang investor guna membantu Pemerintah membangun Kota Makassar.
“Bayangkan saja, mana ada investor yang mau menenamkan investasi di kota makassar kalau hak untuk menerima pengembalian investasi dimasukkan sebagai korupsi oleh aparat, karena dengan cara begitu maka boleh jadi kepercayaan masyarakat yang akan menanamkan dananya dalam bentuk investasi yang berhubungan/bersentuhan dengan Pemerintah Kota Makassar akan menjadi ragu dengan kepastian hukum dan kepentingannya akan terganggu,” ucap Baharuddin.(*)