Silpa Pemkot Makassar 2022 Diprediksi Capai Rp800 Miliar, Danny Pomanto Ungkap Pemicunya

oleh

MAKASSA,  – Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun 2022 diprediksi mencapai Rp800 miliar.

Banyaknya program Pemerintah Kota Makassar yang tidak jalan menjadi pemicunya.

Menjelang berakhirnya triwulan III realiasi anggaran Pemkot Makassar masih begitu-begitu saja, dibawah 40 persen.

Proyek-proyek yang direncanakan berjalan masih tertahan di Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Bahkan paket proyek yang sudah tayang sejak Maret 2022 belum selesai tendernya hingga sekarang.

Wali Kota Makassar Danny Pomanto mengatakan, masalahnya memang ada di ULP.

Mereka trauma untuk mengerjakan proyek-proyek Pemkot Makassar pasca insiden korupsi Rumah Sakit Batua.

“Masalahnya di ULP saya sudah lapor ke Mendagri soal ini, ULP itu ada trauma,” ucap Danny Pomanto, Kamis (1/9/2022).

Danny juga enggan memberi banyak tekanan kepada ULP karena takut dinilai melakukan intervensi kepada kelompok kerja (Pokja) ULP.

“Kemarin Pokja Batua ditahan, kan banyak mundur gara-gara itu, yang tidak mundur hatinya luar biasa,” tutur Danny.

Upayanya dalam mempercepat program, Danny membuat tim percepatan untuk membantu ULP.

Lanjut Danny beberapa program besar yang dipastikan tidak berjalan tahun ini antara lain Sirkuit Untia, Mal Pelayanan Publik, Japparate, Sekolah Terintegrasi, dan kawasan olahraga di Untia (Macca).

“Memang kita prediksi Rp800 miliar Silpa. Sebenarnya Silpa tidak berpengaruh karena ini ditunda untuk dimasukkan di 2024,” kilah Danny.

Sementara itu, Pengamat Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar, Luhur Priyanto mengatakan, rendahnya serapan anggaran di awal hingga pertengahan tahun anggaran berjalan, sudah membudaya di semua tingkatan organisasi pemerintahan.

Secara teknis, memang tidak bisa langsung berjalan di awal tahun.

Biasanya awal tahun disibukkan dengan evaluasi penggunaan tahun sebelumnya dan perencanaan untuk tahun berjalan serta masalah-masalah teknis lain hingga ke triwulan ketiga.

Namun secara non-teknis, banyak hal yg juga membuat eksekusi program berjalan lamban.

“Biasanya karena keragu-raguan atau kehati-hatian pihak ULP dan PPK. Belum lagi ancaman pergeseran pejabat yg terus terjadi,” ulasnya.

Sehingga secara psikologis pengguna anggaran selalu berada dalam situasi dilematis, antara menjalankan perintah pimpinan dan kehati-hatian menyesuaikan regulasi.

Sudah banyak bukti bahwa pihak pengguna anggaran pada akhirnya berurusan dengan penegak hukum.

Di sisi lain, menumpuk pekerjaan di akhir tahun juga bagian dari strategi eksekusi dan bisa menguntungkan pihak tertentu.

Banyaknya serapan anggaran di akhir tahun melahirkan pilihan rasional pihak-pihak yang terlibat dalam tata laksana anggaran.

“Perilaku moral hazard seperti itu membuat kualitas serapan anggaran menjadi tidak optimal, yg berdampak pada menurunnya kualitas layanan dan penyediaan barang publik,” tutupnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.