MACCA.NEWS- Seorang perempuan yang sedang hamil berpakaian adat Mandar Bugis terlihat berbaring di lantai. Tepat di atas kepala perempuan ini, terdapat sebuah payung yang sudah terbuka.
Di sekelilingnya tampak beberapa orang dalam poaisi duduk. Din antaranya ada seorang perempuan berjilbab. Perempuan ini bernama Dahliana, 64 tahun.
Beberapa saat kemudian Dahliana terlihat membaca doa. Dia kemudian mengambil telur ayam kampung yang berada di mangkuk yang berisi minyak.
Kemudian Dahliana menempelkan telur tersebut ke bagian kepala, leher, perut hingga kaki perempuan hamil yang berbaring.
“Sebelum acara, telur ini namanya dicobok. Jadi dicobok dulu. Tujuannya untuk tolak bala. Disembur beras kuning, demikian pula, agar tidak ada yang jahat-jahat itu,” terang Dahliana.
Berikutnya, Dahliana mengangkat nampan yang di atasnya terdapat takir berisi bunga. Dia pun menyerahkan nampan itu kepada seseorang di sebelahnya, berkeliling secara bergantian hingga kembali ke tangannya kembali.
Perempuan itu kemudian ganti mengulurkan mangkuk besar berisi beras yang di atasnya terdapat ‘colok’ dalam keadaan menyala.
Prosesi ini terus dilakukan pada nampan berisi sesaji dan dilanjutkan sampai nampan terakhir. Masing-masing nampan berkeliling sebanyak tiga kali.
Dahliana merupakan pelaksana adat Suku Mandar Bugis. Dia memimpin pelaksanaan ritual Adat Saulak dalam rangka 7 bulanan kehamilan Maria Ima Kulata Nafiri Minora, istri dari Nurmansyah. Pria ini merupakan seorang polisi berpangkat inspektur dua (Ipda).
Adat Saulak kemudian dilanjutkan memindahkan kain yang berada di bawah Maria Ima Kulata Nafiri Minora. Pemindahan kain ini dilakukan oleh sang suami.
Proses pemindahan dilakukan dengan memegang kedua ujung kain. Kemudian digerakkan secara perlahan ke bawah hingga melewati bagian kaki.
Nampan berisi takiran bunga, sesaji akan dilarung ke laut usai pelaksanaan adat Saulak. Dia mengatakan, khusus untuk mangkuk berisi beras dan ‘colok’ tidak ikut dilarung. Pelarungan dilakukan untuk memberikan persembahan pada nenek moyang.
“Semuanya untuk minta keselamatan. Kami ini ‘kan orang Islam, kami minta sama Allah. Kami juga minta sama nenek moyang supaya anak keturunannya tidak diganggu,” terangnya.
Setelah adat Saulak usai, dilanjutkan dengan prosesi siraman bagi yang baru saja menjalani Saulak. Tahapan ini diakhiri dengan menginjak telur sambil meminum air kelapa yang sudah disiapkan.
Sebagai penutup, Maria Ima Kulata Nafiri Minora melemparkan kelapa muda ke arah suaminya. Nurmansyah menyambutnya dengan sabetan parang ke arah kelapa tersebut.
Nurmansyah menuturkan, pada prinsipnya Adat Saulak dilakukan untuk mempertahankan seni budaya bangsa. Adat Saulak adalah tradisi budaya nenek moyangnya yang berasal dari suku Mandar Bugis yang terus dilestarikan oleh masyarakat Suku Mandar Bugis yang ada di Banyuwangi.
“Artinya dalam ruang lingkup kebhinekaan, budaya itu penting untuk dipertahankan. Kami ingin menunjukkan kabupaten kita ini multikultur,” ungkap polisi yang menjabat sebagai Kanit Reskrim Polsek Banyuwangi ini.
Pelaksanaan Adat Saulak ini bukan kali pertama dilaksanakan di Banyuwangi. Karena ada tiga momentum yang harus dilakukan Adat Saulak bagi masyarakat suku Mandar Bugis. Pertama tujuh bulanan masa kehamilan, khitanan dan acara pernikahan.
“Untuk tolak balak. Menurut nenek moyang kami, jika kami tidak melakukan (Saulak) kami akan dapat musibah dalam proses kelahiran. Karena ini proses kehamilan istri. Kalau sunatan akan ada permasalahan dalam proses sunatan. Kalau ada pernikahan juga akan ada masalah rumah tangga,” jelasnya. (**)
The post Adat Saulak Suku Mandar Bugis di Banyuwangi appeared first on Maccanews.