Rusdin Tompo : Perlu Road Map dalam Mengurangi Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

oleh
oleh
Rusdin Tompo : Perlu Road Map dalam Mengurangi Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

MACCANEWS -Seorang anak SD viral karena diduga menjadi bandar Narkoba, Berselang sepekan Polsek Kecamatan Panakukang menangkap 3 anak berumur 15 tahun, karena kedapatan mencuri. Akhir-akhir ini anak yang terlibat tindak kejahatan semakin meningkat.

Kejahatan melibatkan anak kecil, tentunya mendapat perhatian dari berbagai pihak. Mengapa anak bisa menjadi pelaku kejahatan?, dan siapa yang patut dipersalahkan atas tindakan anak tersebut.

Menurut Rusdin Tompo seorang aktivis anak menjelaskan, kejahatan yang melibatkan anak-anak disebut anak berkonflik dengan hukum. Semula hanya masuk kategori petit crime atau kejahatan remeh temeh. Itu karena apa yang mereka lakukan tak lebih dari ‘kenakalan’ kecil, semacam mengutil dan sejenisnya.

“Tapi belakangan ini kondisinya memprihatinkan. Karena hampir kita tidak pernah bayangkan anak-anak bisa melakukan kejahatan berat yg tergolong sadis”, jelas Rusdin saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (14/08/2018).

Lebih lanjut, ia mengatakan meski kejahatan pelakunya anak-anak tetap bisa diprose sesuai hukum yang berlaku, namun, mengedepankan undang-undang perlindungan anak. Hal ini demi kepentingan terbaik anak dan prinsip ultimum remedium.

“Artinya, penahanan terhadap seorang anak yang terlibat konflik dengan hukum merupakan pilihan terakhir. Dan kalaupun si anak ditahan maka dilakukan dalam jangka waktu yang singkat”, imbuhnya.

Banyak faktor yang membuat anak berbuat demikian mulai dari ekonomi, pola asuh, lingkungan, eksploitasi serta kepolosan anak tersebut. Peran dan tangung jawab orang tua sangat penting dalam perkembangan anak.

Akan tetapi negara juga berkewajiban dalam pemenuhan hak anak. Konvensi Hak Anak (KHA) menyebut ada 4 kewajiban generik negara, yakni memenuhi, melindungi, menghargai dan mempromosikan hak anak.

“Intinya anak mesti dilihat sebagai korban dari situasi sosial atau ketidak mampuan negara dalam menghadirkan sebuah dunia yang layak bagi anak. Peran masyarakat juga mesti lebih proaktif untuk ikut memutus mata rantai persoalan ini dengan memberikan dukungan sosial agar anak bisa hidup wajar dalam masyarakat. Begitupun dengan media diharapkan tidak melakukan labelisasi dan stigmatisasi dalam bentuk mempublikasi identitas anak yang hanya akan memperparah situasi sosial anak”, ucapnya.

Pemerintah juga sudah berupaya banyak dalam masalah ini. Ada regulasi, dukungan kelembagaan seperti kementrian hukum dan HAM, kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, bahkan juga ada KPAI.

“Dalam permasalahan ini pemerintah harus memiliki road map yang menggabarkan langkah strategi agar meminalisir anak yang konflik dengan hukum”, tutupnya. (Nurul)

No More Posts Available.

No more pages to load.