Freeport: Sukarno Tolak, Soeharto Teken Kontrak, Jokowi Rebut

oleh
Freeport: Sukarno Tolak, Soeharto Teken Kontrak, Jokowi Rebut

MACCANEWS- Perjalanan bisnis perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia, memiliki sejarah panjang di negeri ini. Hampir separuh abad lebih, sampai akhirnya tambang emas terbesar di dunia ini bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Masuknya Freeport ke Indonesia bermula dari laporan seorang geolog asal Belanda, Jean Jacques Dozy. Dalam laporannya Dozy menulis terdapat gunung tembaga di Papua, dan laporannya ini dilirik oleh geolog Freeport.

Freeport kemudian mengirim geolognya ke Papua untuk mengecek gunung tersebut dan menemukan Erstberg. Freeport kemudian mencoba mendekati Presiden Sukarno agar bisa membuka tambang di Erstberg. Namun ditolak oleh Presiden RI pertama yang saat itu menolak keras konsep kapitalisasi barat.

Tahun 1967 Sukarno digantikan Presiden Soeharto, di sini Freeport mulai bergerak lagi dan pintu investasi dibuka lebar-lebar oleh presiden yang dikenal dengan julukan Bapak Pembangunan itu.

Awal menjabat sebagai Presiden, tepatnya hanya tiga pekan sejak jadi Presiden, tanpa ragu-ragu Soeharto meneken kontrak karya pertama dengan Freeport. Masa berlaku kontrak disepakati selama 30 tahun. Semestinya KK ini berakhir pada 1997.

Tetapi, setelah tambang Erstberg, Freeport menemukan Grasberg yang ternyata berpotensi menjadi tambang emas terbesar di dunia. Freeport McMoran, kemudian kembali mendekati Presiden Soeharto dan meminta agar disepakati kontrak karya kedua antara RI dan Freeport.

Di sini pemerintah terkecoh, semestinya ditunggu sampai 1997 tapi Freeport melobi agar diberi kontrak baru pada 1991. Kontrak pun kembali diteken.

Dalam kontrak kedua ini sebenarnya sudah dimasukkan ketentuan divestasi, yakni Freeport secara perlahan harus melepas sahamnya ke pemerintah Indonesia hingga akhirnya mencapai 51% dan berakhir pada 2011.

Tapi ada ketentuan yang agak menjebak dalam KK tersebut, di mana disebut jika ada peraturan perundangan baru yang mengatur berbeda maka yang diikuti adalah aturan yang berlaku di Indonesia.

Tahun 1994, dilalah Presiden Soeharto menerbitkan PP 20 Tahun 1994 yang menyatakan perusahaan asing bisa memiliki saham hingga 100%. Di sini, ketentuan divestasi langsung gugur.

Divestasi seakan dilupakan sampai akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 yang menekankan wajibnya divestasi dan perubahan rezim perusahaan tambang dari kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus.

Sayang, sampai akhir periode upaya renegosiasi dan divestasi tak kunjung rampung.

Masuk 2014, upaya divestasi kembali digalakkan oleh Presiden Joko Widodo. Selama 3,5 tahun, tim yang dibentuk presiden aktif negosiasi ke Freeport McMoran untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.

Akhirnya, perjuangan separuh abad ini mulai berbuah. Hari ini RI meneken Head of Agreement dengan Freeport, perjanjian awal untuk menguasai kendali Freeport ke pangkuan Indonesia. (**)

No More Posts Available.

No more pages to load.