MACCANEWS- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan partai politik (parpol) baru tidak bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Pemilu 2019. Logo parpol baru juga tidak bisa dicantumkan dalam surat suara capres-cawapres pemilu mendatang.
“Berdasarkan tafsir undang-undang (UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017) demikian dan sudah disepakati dalam rapat dengan Komisi II, pemerintah dan Bawaslu kemarin bahwa memang parpol baru tidak bisa mengusulkan capres-cawapres,” ujar Arief kepada wartawan di Hotel Borobudur, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (24/5).
Dalam kesepakatan pada Rabu (23/5), itu juga ditegaskan bahwa tidak akan dipakai istilah parpol pengusung dan parpol pendukung capres-cawapres. Komisi II, KPU, Bawaslu dan pemerintah sepakat memakai istilah parpol pengusul, untuk menegaskan dukungan parpol kepada capres-cawapres Pemilu 2019.
Menurut Arief, berdasarkan kesepakatan tersebut, parpol yang dapat mengusulkan capres-cawapres adalah parpol peserta pemilu sebelumnya (Pemilu 2014). Dengan begitu, ada sejumlah konsekuensi kepada parpol baru yang tidak bisa mengusulkan capres-cawapres.
“Jadi parpol yang tidak mengusulkan ya tidak ada logonya di surat suara yang dicetak oleh KPU. Konsekuensi kedua, jika parpol baru akan memberikan sumbangan dana kampanye, maka batasannya tidak bisa seperti parpol pengusul,” jelas Arief.
Sebagaimana diketahui, parpol pengusul capres-cawapres bisa memberi sumbangan dana kampanye dengan jumlah tidak terbatas. Maka, jika parpol baru tidak bisa mengusulkan capres-cawapres, mereka tetap boleh menyumbang dana kampanye tetapi secara individu atau badan hukum.
“Sumbangan secara individual atau badan hukum ini jumlahnya terbatas,” tutur Arief.
Dia pun menambahkan, dalam rapat pada Rabu, sebenarnya KPU sudah menyampaikan pendapat bahwa semua parpol peserta pemilu semestinya bisa mengusulkan capres-cawapres. Sebab, semua parpol peserta sama-sama sudah ditetapkan oleh KPU.
“Tetapi pembuat undang-undang memberikan makna bahwa peserta pemilu yang bisa mengusung capres-cawapres dispesifikkan menjadi yang merupakan peserta Pemilu 2014,” tambahnya.
Sebelumnya, hak bagi parpol baru dalam mengusung kandidat calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2019 kembali menjadi perdebatan antara Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam rapat dengar pendapat yang digelar pada awal April lalu. Kedua belah pihak kembali mempersoalkan pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang kewenangan parpol dalam mengusung capres-cawapres pemilu.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan perdebatan terkait tafsir pasal 222 belum selesai hingga rapat selesai pada Senin petang. Perdebatan ini, bermula ketika KPU membahas rancangan Peraturan KPU (PKPU) Dana Kampanye Pemilu 2019.
Komisi II DPR menanyakan perihal hak bagi parpol baru dalam memberikan sumbangan dana untuk kampanye capres-cawapres. “Perdebatan tadi belum selesai. Karena ini terkait dengan rumusan pasal 222 mengenai kewenangan atau hak parpol baru, apakah bisa mengusulkan paslon capres-cawapres atau atau tidak,” ungkap Pramono kepada wartawan usai rapat di Komisi II DPR, Senayan, Jakarta Senin petang.
Dia melanjutkan, perdebatan ini juga erat kaitannya dengan hak bagi parpol baru untuk bisa memberikan sumbangan dana kampanye jika nantinya bisa mengusung kandidat paslon capres-cawapres. Menurut Pramono, jika parpol baru disepakati boleh mengusung capres-cawapres, maka sumbangan dana dari mereka boleh disampaikan dengan jumlah tidak terbatas.
“Namun, jika parpol baru disepakati tidak boleh mengusung capres-cawapres, maka mereka tetap bisa ikut menyumbang dengan batasan maksimal sebanyak Rp 25 miliar,” ungkapnya.
Pramono menuturkan, konsekuensi lain jika parpol baru tidak bisa mengusulkan capres-cawapres yakni logo mereka tidak bisa dicantumkan dalam surat suara pilpres. “Dalam desain surat suara pilpres itu parpol baru tidak bisa mencantumkan logo partainya,” tambah dia.
Adapun, pasal 222 UU Pemilu mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden dalam pemilu. Pasal tersebut menyatakan paslon capres-cawapres disusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. (Dwi)