MACCANEWS- Hasil penelitian yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) di Indramayu, Kebumen dan Cilacap menunjukkan bantuan pemerintah yang menyasar petani tidak efektif. Terutama, dalam kaitan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Peneliti CIPS Hizkia Respatiadi mengatakan, salah satu contohnya dalam program subsidi benih. Kualitas benih bersubisi yang diberikan pemerintah, menurut penuturan petani, tidak bagus. Selain itu, benih subsidi juga memiliki ketidakpastian periode distribusi. Karena itu, banyak petani yang pada akhirnya lebih memilih untuk menggunakan benih non-subsidi.
Hizkia menyarankan agar pemerintah mengalokasikan ulang anggaran untuk program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sejahtra (KIS) dan kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Besar anggaran untuk benih, pupuk dan beras subsidi senilai Rp 52 triliun.Jumlah ini adalah dua kali lipat dari anggaran untuk ketiga program tadi, ujar Hizkia, lewat keterangan tertulis, Kamis (3/5).
Selain itu, ia memandang, pemerintah juga perlu membenahi rantai distribusi komoditas pangan yang terlalu lanjang. Sebelum sampai ke tangan konsumen, komoditas pangan seperti beras harus melewati empat samai enam titik distribusi.
Hizkia menyebut, panjangnya rantai distribusi beras di Tanah Air menyebabkan harga beras tinggi dan merugikan masyarakat kecil seperti petani dan pedagang eceran. Padahal, petani juga konsumen beras.
Petani malah tidak mendapatkan apa-apa dengan tingginya harga pangan. Dengan membenahi dan memperpendek rantai distribusi, petani akan mendapatkan keuntungan dari harga komoditas yang dia tanam dan panen. Konsumen juga tidak akan terbebani dengan harga yang kelewat tinggi, ucap Hizkia. (*)