MACCANEWS- Partai Demokrat akhirnya memilih opsi setengah hati mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada pemilihan presiden 2019 mendatang. Selain sempat menyerang Sandi dengan isu mahar politik Rp500 miliar, saat ini Partai Demokrat malah membiarkan manuver sejumlah pengurus provinsi mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Opsi setengah hati setidaknya tampak ketika Kepala Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyatakan DPP Partai akan membiarkan 7 DPD atau pengurus tingkat provinsi untuk mendukung pemenangan Jokowi-Ma’ruf di Pemilu 2019.
Bahkan, 4 daerah diberikan dispensasi, alias dibebaskan dari sanksi organisasi untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. “Secara umum, dari 34 provinsi yang melakukan Rakorda, ada 23 provinsi yang meminta berkoalisi dengan Pak Prabowo dan 7 provinsi meminta berkoalisi dengan Pak Jokowi, tapi tidak signifikan. Artinya, perimbangan suaranya antara 51-49 persen,” kata Ferdinan di kediaman SBY, Mega Kuningan, pada Minggu 9 September 2018 malam.
“Hanya 4 provinsi yang memang signifikan, tinggi sekali. 70 kontra 30, 65 kontra 35 persen, yang memang menghendaki mendukung Pak Jokowi. Jadi mungkin yang 4 provinsi ini akan kami pertiimbangkan dispensasi khusus,” lanjut dia.
Ia menyebut, salah satu wilayah yang hampir pasti mendapat keistimewaan tersebut adalah Papua dan Sulawesi Utara. Sebab, menurutnya, suara Jokowi di kedua daerah tersebut masih menjadi mayoritas.
Tak hanya soal lumbung suara, pengurus provinsi juga akan diberi dispensasi karena DPP membutuhkan dukungan pengurus wilayah untuk kemenangan di Pileg 2019.
Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief menilai pemberian dispensasi tersebut merupakan hal yang wajar karena Demokrat tidak hanya akan fokus pada Pilpres melainkan juga akan fokus memenangkan Pileg 2019.
“Kan ada suara partai yang harus diperhitungkan supaya enggak hilang, kan kita perlu untuk pileg. Jadi (soal dispensasi) sudah dibicarakan juga dengan Pak Prabowo di beberapa daerah kita. Jadi tidak main dua kaki, bukan,” jelas Andi.
Menurut Andi, memang ada beberapa daerah yang bukan merupakan basis suara Prabowo-Sandi seperti Bali, NTT, dan Papua. Sehingga, jika daerah-daerah tersebut lebih memilih mendukung pemerintah, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah penghianatan.
“Kalau namanya penghianatan dari kita adalah kalau di basis Pak Prabowo kita enggak dukung dia. Itu baru penghianatan. Karena kan ada kebutuhan caleg juga untuk nyaleg, jadi fleksibel. Movement aja gerakan yang fleksibel. Jadi masih bisa dibicarakan,” tegas dia.
Sikap main dua kaki pengurus Demokrat itu membuat partai koalisi PKS dan PAN meradang. Sandiga Uno bahkan menyebut langkah Demokrat tidak bisa dibenarkan karena urusan Pileg dan Pilpres harusnya satu paket. Tidak bisa ingin menang Pileg tapi mengabaikan Pilpres.
“Bagi kami, dalam hal koalisi sudah satu, sudah jelas, kebijakan partai masing-masing harusnya sejalan antara pilpres, pileg, tingkat dua (DPD kab/kota), tingkat satu (DPD provinsi) juga. Keputusan kader tentunya berbeda-beda, bisa kita pahami, organisasi kan punya mekanisme sendiri, kita serahkan ke masing-masing partai,” ujarnya. (*)