MACCANEWS- Sering mendapat stigma negatif, Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) Kota Makassar menyeruduk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar, kemarin. Sejumlah anggota dewan yang sedang mengadakan rapat komisi terkait Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2017 pun kaget dengan kedatangan puluhan KPM.
Salah satu anggota Komisi D, Fatma Wahyuddin mengaku kaget dengan rombongan berseragam hitam memasuki ruangan Komisi D. Usut punya usut mereka mengaku mendapat undangan dari Ketua Komisi D, Sampara Sarif, yang sedang memimpin rapat komisi.
Setelah konsolidasi sesaat dengan sejumlah anggota dewan, massa KPM ini pun diarahkan ke Ruang Aspirasi untuk diterima secara resmi oleh anggota dewan. “Tidak ada laporan resmi, tidak ada surat resmi yang dikeluarkan oleh Komisi D untuk melakukan RDP di Komisi D hari ini. Kami tidak mengundang teman-teman. Makanya, kami kami arahkan ke Ruang Aspirasi. Apa yang menjadi keluh kesah teman-teman nanti kami bisa ditanggapi melalui ruang aspirasi ini,” kata legislator Partai Demokrat ini saat menerima para ketua KPM yang berasal dari 153 kelurahan di kota Makassar ini, kemarin.
Rukhyat, salah satu KPM pun angkat bicara di Ruang Aspirasi. Ia mengatakan jika kedatangan mereka ke DPRD Kota Makassar untuk mempertegas status mereka sebagai garda terdepan pemberdayaan masyarakat. Mereka mengaku sering mendapatkan sentimen negatif terhadap legalitas keberadaannya. Ia bahkan mengaku mendapat cibiran karena status mereka yang dianggap lembaga tandingan.
“Padahal apa yang kami lakukan ini (peberdayaan masyarakat) itu langsung menyentuh masyarakat. Kami berterima kasih karena anggota dewan paham dengan persoalan yang kami lakukan,’ keluhnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan jika pembentukan KPM ini jelas diatur dalam Permendagri No.7/2007. Selain itu, pihaknya juga mengantongi SK Walikota yang memperjelas tupoksinya. Karena itu, ia menganggap sentimen negatif kepada KPM tidak bersadar. “Kami minta ada pertemuan dengan pihak-pihak terkait untuk memperjelas status kami ini,” katanya.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi D lainnya, Melani Mustari mengatakan status KPM jelas diatur dalam Permendagri No 7 Tahun 2007. Selain itu, keberadaan mereka juga diperjelas dengan SK Walikota yang dikeluarkan Januari 2018. Untuk menunjang kinerjanya, pemerintah juga telah menganggarkan biaya operasional KPM dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) APBD 2018, berupa seragam dan biaya perjalanan dinas. “Jadi jelas KPM ini adalah mitra ke pemerintah kota Makassar,” tegasnya.
Meski status tersebut sudah diperjelas, pihaknya tetap akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak terkait. Apalagi, jelasnya, jika sentimen negatif terhadap KPM tersebut terbukti berasal dari mitra kerja pemerintah kota sendiri. “Tidak ada persaingan disini, tidak ada yang lebih hebat. Makanya kita akan undang kembali. Mari kita bahas bersama-sama,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Makassar, Iskandar Leiwa mengaku kaget karena mendapat undangan untuk hadir ke DPRD untuk memperjelas status KPM. Padahal, menurutnya, status KPM sudah sangat jelas
“Jangan dianggap bahwa KPM ini lembaga illegal. Lembaga ini sudah lama, anggotanya kami rekrut dari RT/RW dan ditunjuk langsung oleh Lurah. Jadi, tidak masalah dengan KPM ini,” tegasnya.
Apalagi, jelasnya, KPM ini bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk melakukan pemberdayaan, seperti membuat laporan desa, bahkan membentuk band sendiri. “Mereka ini bersentuhan langsung dengan melakukan evaluasi desa dan melakukan pemberdayaan masyarakat, bahkan sudah ada band yang mereka bentuk,” katanya. (*)