Tak perlu tangan terulur sambil lisan berucap untuk meminta maaf. Dan tak perlu pula tangan diraih untuk memberi maaf. Karena maaf yang afdol adalah ketika hati berucap tulus dan diejawantahkan dalam perbuatan.
Maka ambillah maafku ini, karena kuyakin memberi maaf lebih baik sebelum diminta. Maka terimalah maaf ini dengan tulus ikhlas. Karena hanya dengan begitu kita semua akan bisa kembali kepada ke-fitri-an. Kesucian yang laksana lembaran kertas putih untuk menuliskan kisah kehidupan berikutnya yang lebih baru, lebih dan tentu saja lebih bermakna.
Maaf bukanlah semata berurusan dengan dimensi yang telah berlalu. Apalagi sekadar memenuhi sebuah momentum.
Maaf adalah suasana, dimensi kebatinan, kemanusiaan, sosial, dan spiritual yang terkadang sulit dipilah. Seperti antara kuah sayur asem dengan sayurannya. Maaf bisa menyembuhkan namun terkadang sangat menyakitkan.
Maka atas nama cinta, menjadilah manusia pemberi maaf, bukan penuntut maaf. Karena sadar manusia adalah tempatnya kesalahan, khilaf, lupa dan segala kekurangan. Maka milikilah maaf yang melimpah ruah agar kehadiranmu menjadi penyejuk dan jembatan bagi turunnya rahmat Ilahi Rabbi bagi semesta alam beserta isinya…
Maka bayangkanlah leganya seseorang yang mendapatkan maaf sebelum dia meminta. Maka langkah ke depannya akan terasa lebih ringan. Maka ketika engkau ringan memberikan maaf sesamamu hukum semesta akan berlaku kepadamu yang akan lebih mudah dimaafkan saat engkau membutuhkannya.
Itulah prospek hidup ke depan yang tersangkai dengan sikap pemaafmu di masa kini.
Life is too short. Sangat singkat sehingga hanya ibarat sekelebatan helai daun yang jatuh dari pohon khuldi di surga. Atau mungkin hanya sekedipan mata malaikat penjaga pintu neraka.
Maka mari memaknai hidup, sebarkan kasih dan cinta, mudahkan memberi maaf dan tinggalkan amal jariyah sebanyak mungkin selagi mungkin. To live, to love, and to leave a legacy.
Maka dari lubuk hati yang paling dalam, dari kenaifan seorang manusia, kekhilafan seorang pengelana kehidupan, di titik ini saya mengucapkan selamat sukses Ramadan satu bulan menyelesaikan sekolah spritual kita.
Maafkan SYL, Ichsan YL, bersama semua keluarga dan komunitas yang banyak itu. Mari kita kawal kehidupan barbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Yang besok lebih beretika, bermoral, dan makin berintegritas.
Saya percaya dari tangan kita akan hadir NKRI yang makin maju, mandiri, dan moderen. Salamaki!
Dikirim Syahrul Yasin Limpo
(1 hari sudah lebaran, on the way Jakarta-Singapura membesuk Ichsan YL)
The post Sekali lagi… ‘Ambil Maafku, Kuambil Maafmu’ appeared first on Maccanews.