MACCANEWS- Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ternyata KPU diwajibkan tunduk terhadap putusan Panwaslu/Bawaslu terkait sengketa administrasi pilkada.
Kegagalan KPU dalam menjalankan putusan panwaslu merupakan bentuk pelanggaran berat.
Ahli hukum tata negara, Dr Andi Irmanputra Sidin menjelaskan putusan panwaslu/bawaslu terkait sengketa antar peserta pemilihan dan sengket antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan pada dasarnya bersifat final dan mengikat.
Penegasan itu dapat ditemukan pada Pasal 144 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa dalam hal sengketa antara peserta dengan penyelenggara pemilihan, keputusan bawaslu bersifat mengikat.
“Jadi dalam desain undang-undang pemilu, acuan penerapan hukum itu ada pada panwaslu dan bawaslu. Sehingga KPU harus tunduk pada putusan Panwaslu dan Bawaslu,,” kata pendiri A. Irmanputra Sidin & Associates (Advocates & Legal Consultant) ini, Jumat (6/4/2018).
Lalu bagaimana bila putusan panwaslu berbeda dengan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) sebagaimana yang terjadi di Pilwalkot Makassar?
“Ketika putusannya berbeda (antara panwaslu dan PTTUN.red) berarti kemungkinan besar ada kesalahan penerapan hukum di PTTUN.
Kesalahan inilah yang kemudian akan dikoreksi oleh Mahkamah Agung melalui proses kasasi yang sedang berjalan,” tandas Irman.
Advokat populer yang memiliki reputasi dan kredibilitas di bidang hukum menambahkan, peradilan PTTUN tidak hanya salah dalam penerapan hukum, tapi juga telah keliru dalam mengadili kasus yang bukan kewenangannya.
Sebab undang-undang pilkada tidak memberi kewenangan kepada PTTUN untuk memproses sengketa administrasi pemilihan antar peserta pilkada maupun antara peserta dengan penyelenggara pemilihan.
Kewenangan PTTUN hanyalah mengadili sengketa tata usaha negara pemilihan. (*)