MACCANEWS- Pada tahun 1635, Kutai berhasil direbut Banjar. Namun, tiga tahun berikutnya rivalitas an tara Banjar dan Makassar mulai me nenggang. Bahkan, Banjar berkenan memin jamkan sebagian wilayah Kutai kepada raja Gowa dari Makassar untuk daerah perniagaan.
Setelah Perjanjian Bongaya 1667, Gowa menderita kekalahan telak dari Kompeni. Akan tetapi, para pelaut dan pedagang Makassar telah meramaikan Kutai dan berinterak si dengan penduduk setempat. Pada permulaan abad ke-18, para penda tang asal Bu gis Wajo mulai tiba di Kutai. Mereka dipimpin La Mohang Daeng Mangkona yang kelak menjadi pengikut La Maddukelleng.
Raja Kutai memberikan izin kepada orang-orang Bugis ini untuk mendirikan permukiman di Kutai meski terbatas di muara Sungai Mahakam. Permukiman mereka ini terletak di antara dua dataran rendah setempat. Mereka menamakannya Sama Rendah. Kelak, daerah ini lebih dikenal sebagai Samarinda.
Banjar dan Makassar merupakan dua kerajaan Muslim yang saling mempere butkan pengaruh atas Kutai. Karena identitas Islam itu, perkembangan dakwah tidak begitu terkendala. Pada masa kepemimpinan Raja Aji Muhammad Idris (1735-1778), seluruh wilayah Kutai Kartanegara atau Kalimantan Timur umumnya telah menerima Islam. Keberpihakannya pada Islam tidak tanggung-tanggung.
Dia merupakan penguasa Kutai Kar tane gara pertama yang memakai gelar sultan. Sul tan Muhammad Idris kemudian membentuk jajaran khusus yang bertugas semacam kadi, yakni menangani persoalan agama di seluruh Kutai Kartanegara.
Sementara itu, Banjar mulai meredup karena dominasi Kompeni yang mulai merasuk ke lingkungan elitenya. Pada 1787, Sul tan Banjar Nata Alam mengadakan perjanjian dengan Kompeni. Dampaknya, beberapa daerah kekuasaan Banjar di Kaliman tan menjadi milik korporasi asal Belanda itu. Menghadapi bahaya Kompeni, Sultan Muhammad Idris lebih suka bersekutu dengan orang-orang Makassar, terutama kalangan Wajo. (*)