Kepala Bidang Perencanaan dan Pengendalian Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Makassar, A Zulfitra Dianta mengatakan, hingga 29 Juni 2022, serapan anggaran masih di angka 19,51 persen.
“Kalau kami lihat jumlah ini memang rendah. Kalau semester I, di bulan Juni harusnya ada minimal 40 persen. Sehingga di sisa semester ll, 50 sampai 60 persennya bisa tercapai,” ujarnya.
Dia mengatakan, ada 11 OPD yang tercatat mengantongi rapor merah lantaran serapan anggaran di bawah 15 persen. Sejumlah kendala pun telah mereka paparkan dalam rapat evaluasi bersama Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto.
“Sudah ada evaluasi dari Pak Wali langsung, melihat secara detail apa permasalahan utamanya di 11 OPD yang kategori rendah. Jadi caratan merah itu ada di 11 OPD yang realisasi anggarannya di bawah 15 persen,” bebernya.
Adapun 11 OPD tersebut, di antaranya Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Ketahanan Pangan (DKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas Pertanahan.
“Totalnya ada 11 OPD lah, termasuk Dinas Perdagangan. Sisanya itu yang kategori kuning antara 15 sampai 30 persen itu ada 30 OPD. Itu yang paling banyak,” ungkapnya.
Untuk serapan anggaran terendah dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum. Serapannya hanya 2,64 persen di banding OPD lainnya.
Sementara, OPD yang serapan anggarannya sudah mencapai 40 persen ada 10 OPD. Rata-rata adalah kecamatan.
“Di kisaran 30 sampai 40 persen realisasi itu hanya 10 OPD. Yaitu Kecamatan Tamalate, Ujung Pandang, Manggala, Mariso kemudian Sekretariat Daerah dan Kecamatan Biringkanaya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), BPBD dan Pemadam Kebakaran,” urainya.
Ia mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan serapan anggaran masih berjalan lamban. Di Dinas PU misalnya, disebabkan kendala tender.
“Karena ada rincian belanja yang salah tempat, istilahnya salah kamar dan memang harus dilakukan penyesuaian di anggaran perubahan,” jelas Zulfitra.
Permasalahan lain, terkendala pada dana alokasi khusus (DAK). Seperti pada Dinas Lingkungan Hidup yang mengalami kesalahan pendataan rekening.
“Dinas Lingkungan Hidup misalnya, rekeningnya tergabung, sementara Dinas Lingkungan Hidup melakukan klarifikasi ke Kementerian, apakah dana yang tergabung itu bisa dibelanjakan dengan kondisi yang ada, karena menurut pengadaan dan jasa itu harusnya dipisahkan,” ucapnya.
Sama halnya di Dinas Perdagangan yang akan membangun Sentra Industri Kecil Menengah (IKM). Masalahnya adalah lokasi lahan yang masih belum selesai, alias masih sengketa.
“Alternatifnya adalah, kalau tanahnya bermasalah tolong pindahkan di area yang sama,” pungkasnya.(*)