MACCANEWS – Jaringan Organisasi Difabel Makassar berkesempatan berdialog dengan para calon walikota dan wakil walikota yang akan berkompetisi dalam pemilukada Makassar 2020. Acara tersebut berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom yang dihadiri sejumlah organisasi difabel/penyandang disabilitas beserta sejumlah organisasi yang peduli dengan isu disabilitas.
Dari kandidat calon Walikota dan wakil walikota, terdapat dua kandidat yang hadir yakni Dani Pomanto dan DR Abdul Rahman Bando. Namun hanya Dani yang terlibat aktif berdiskusi dengan peserta dialog, sedang peserta sama sekali tidak mendengar suara bapak Abdul Rahman Bando, karena perkara jaringan.
Sebelum acara ini berlangsung, menurut Ishak Salim, Ketua Yayasan PerDIK, Sudah konfirmasi hadir 4 Pasangan Kandidat Walikota/wakil Walikota pada acara dialog politik tersebut dan perwakilan dari 11 organisasi disabilitas di kota Makassar..
“Semalam itu saya sudah dihubungi oleh dua kandidat, yang konfirmasi kalau mereka mau hadir.” Papar Ishak, (29-09).
sayangnya saat dialog ini berlangsung, hanya satu kandidat yang nampak betul-betul serius mengikuti kegiatan.
“Sebenarnya kami sudah hubungi semua kandidat itu sejak pekan lalu, Bahkan kami sudah menyiapkan profile masing-masing kandidat untuk kita perkenalkan ke teman-teman difabel” jelas Abd. Rahman atau Gus Dur selaku direktur PerDIK.
“Dari sini saya rasa kita bisa menilai bagaimana keberpihakan para calon pada kelompook rentan, Terutama difabel. Kita sudah sediakan ruangnya, Tapi mereka sendiri yang enggan mendekat.” lanjut Gus Dur.
Aspirasi Warga Difabel Kota Makassar
Walaupun hanya dihadiri oleh satu kandidat, dialog politik difabel itupun berlangsung dengan santai tapi serius. Dialog ini adalah ruang partisipasi difabel yang baru pertama kali dilakukan di Makassar..
sejumlah organisasi difabel yang hadir menyiapkan paparan singkat fenomena sosial atau masalah sosial yang dihadapi difabel sesuai karakteristik disabilitas setiap organisasi dan pertanyaan singkat untuk semua kandidat. Selanjutnya, kandidat akan merespon dan memberi jawaban. Selain itu, para kandidat menyampaikan visi dan misinya untuk terkait isu disabilitas.
Mursalim dari Persatuan Kusta Perjuangan Sulawesi Selatan (PKSS) menyampaikan beberapa fenomena yang dihadapi mereka yang sedang dan pernah mengalami kusta. Menurutnya, kadang orang yang sedang menerima kusta mendapatkan beberapa tindakan diskriminasi, baik dalam isu ketenaga kerjaan dan isu pendidikan.
Mursalim mencontohkan bahwa kadang orang yang baru mengalami kusta disaat sedang bekerja disuatu tempat atau sedang bersekolah di sebuah lembaga pendidikan, biasanya mereka langsung dikeluarkan dari tempat kerjanya atau sekolahnya. Padahal, mereka sebenarnya bisa berobat dan bisa sembuh. Kalau sudah seperti itu, mereka sudah tidak bisa lagi kembali ke tempat kerja ataupun kembali ke sekolah. Jadi Mursalim ada edukasi yang dilakukan pemerintah pada berbagai pihak mengenai pengetahuan tentang kusta. Bahwa kusta itu tidak menular dan bisa sembuh.
Ismail yang merupakan sekretaris Persatuan Tunanetra (PERTUNI) Sulawesi Selatan menyampaikan lima hal yang juga penting jadi perhatian para calon yakni; aksesibilitas layanan publik, ketenaga kerjaan, Pendidikan Inklusi, tidak diperhatikannya para warga difabel yang tidak berada dalam naungan panti atau yayasan, serta aksesibilitas fasilitas umum.
Ismail menekankan bahwa selama ini, ketika pemerintah merencanakan suatu program pemberdayaan terhadap difabel netra atau buta, itu kebanyakan berdasarkan prasangka. Bahwa orang buta hanya bisa memijit, ataupun menyanyi. Padahal, banyak sektor-sektor lain juga yang bisa dimasuki difabel netra.
“Sekarang itu sudah banyak dari kalangan kami yang kuliah di berbagai jurusan. Jadi kami juga seharusnya diakomodir untuk memilih pekerjaan yang lainnya.” Tutup Ismail.
Selanjutnya, HJ Ramlah dari organisasi Tuli (GERKATIN Sulawesi Selatan), banyak menyoroti soal masih tidak aksesnya berbagai layanan publik yang selama ini telah menghambat Tuli di makassar untuk mendapatkan hak-nya. Dia mencontohkan bahwa selama ini belum ada juru bahasa isyarat yang tersedia di sekolah-sekolah inklusif.
Ni Nyoman Anna dari Persatuan Orangtua dengan Anak Autis (POAAM) menyampaikan, salah satu tantangan bagi anak autis selain pemahaman masyarakat yang masih minim tentang autisme, juga sistem pendidikan yang konon inklusi tapi kenyataannya manajemen sekolah dan para guru belum begitu paham tentang penanganan autistik. Padahal orang dengan disabilitas itu memiliki karakter dan pemahaman yang berbeda. Akibatnya masih banyak yang salah paham tentang autisme ini. dia pun mempertanyakan sejauh mana para kandidat ingin lebih jauh memahami disabilitas ini dan seberapa besar mau meluangkan anggarannya untuk disabilitas.
Muhammad Haidir selaku direktur dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar turut menyuarakan isu yang belakangan erat kaitannya dengan warga difabel. Sejauh ini dari sisi regulasi, bantuan hukum itu belum menyasar kelompok difabel. Padahal, sejak tiga tahun terakhir LBH banyak mendampingi sejumlah organisasi difabel yang menangani difabel yang berhadapan dengan hukum. Bagi Haidir, isu ini juga penting diperhatikan oleh pemerintah yang akan datang.
Dalam paparannya, Danny Pomanto menyampaikan tiga visi misi dengan 8 format masa depan. Salah satu poin yang dia tekankan adalah – Pembuatan Perda Omnibus Makassar Kota Dunia yang juga akan memasukan kepentingan difabel di dalamnya. Selain itu, karena banyaknya persoalan pendidikan yang diungkapkan para perwakilan organisasi disabilitas, dia berjanji akan menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa difabel untuk jenjang SD dan SMP.(*)
The post Hanya Danny yang Berdialog Dengan Warga Difabel Makassar appeared first on Maccanews.