IN MEMORIAM ICHSAN YASIN LIMPO (11/Bersambung)
“Pejuang Masa Depan Generasi Muda”
Hitungan menit setelah mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar di Maros, saya berjalan pelan keluar menuju tempat parkiran kendaraan roda empat. Tak jauh dari pintu kedatangan dibagian bawah, berdiri puluhan orang yang menawarkan jasa pengantaran.
Pandangan saya langsung terarah ke salah satu driver yang usianya kira-kira di atas 50an tahun. Saya pun langsung menawar angka jasa pengantaran plus biaya tol yang nominalnya dibawah harga yang tertera di aplikasi ‘taxi online’ yang sempat saya intip.
Tanpa panjang lebar, pengemudi kendaraan plat hitam itu, langsung mempersilakan naik ke mobil yang dikendarainya, sekaligus tanda jika setuju dengan penawaran saya. Ia membukakan pintu, dan meletakkan tas ransel yang saya kenakan.
Semenjak meninggalkan tempat parkir di bandara hingga di kediaman saya di Kompleks Anggrek Minasa Upa, perbincangan tak pernah berhenti. Beragam tema mengiringi perjalanan kami sekira 40 menit. Mulai soal pekerjaannya sebagai driver yang sudah lebih 20 tahun hingga menikah lagi di Kabupaten Gowa.
Dari mulutnya, ia juga sempat menyinggung mengenai hubungan gubernur dan DPRD Sulsel. Ia seakan gelisah mengenai pembangunan Sulsel yang progressnya dinilai tidak secepat dengan gubernur sebelumnya. Tapi untuk bahasan ini, saya memilih tidak terlalu melayaninya. Termasuk tidak membenarkan dan mengiyakan pandangannya.
Bahasan kami berpindah begitu masuk Jalan AP Pettarani. Sang pengemudi, menyebut jika alamat tujuan saya tak jauh dari kediamannya. Lokasinya di sekitar ‘Patung Massa’ Gowa. Ia pun punya jalan pintas yang sering dilewatinya dari kompleks kediaman saya ke rumahnya.
Sejak menyebut itu, pembahasan kami lebih dominan mengenai kehidupan pribadinya, hingga bangga menjadi warga Gowa. Meski ia lahir dan besar di Jeneponto, tapi tak ada penyesalan menetap di kabupaten tetangga Makassar ini setelah istri pertamanya meninggal.
Kurang lebih 20 menit sebelum sampai di kediaman pribadi saya, Sang Pengemudi yang namanya saya tidak sempat menanyakan, begitu antusias bicara soal Gowa. Terutama mengenai kepuasan keluarganya tentang beragam program pemerintah kabupaten yang sangat pro-rakyat.
“Saya bersyukur sekali tinggal di Gowa. Anak dan keluarga dari istri saya itu bisa menikmati pendidikan gratis dari SD sampai SMA. Semenjak saya tinggal di Gowa, tidak pernah ada pungutan-pungutan di Sekolah. Benar-benar gratis,” sebut bapak dari tiga anak itu.
Bahkan, katanya, di instansi pemerintahan, seperti di kantor kelurahan, juga tak pernah dibebankan pungutan liar untuk pengurusan beragam administrasi. Semua dinilai berjalan sesuai mekanisme tanpa memanfaatkan rakyat.
Tanpa berusaha “memancingnya”, ia lantas menyebut nama Ichsan Yasin Limpo, mantan Bupati Gowa dua periode sebagai aktor utama, kenapa Gowa hingga sekarang bebas dari pungutan-pungutan di sekolah dan kantor pemerintahan.
“Jadi wajar itu kalau waktu meninggal Pak Ichsan, banyak warga yang menangis. Kita tahu, beliau lah yang menerapkan pendidikan gratis dan berjuang tidak ada pungutan-pungutan. Dan alhamdulillah, ini masih dilanjutkan dan dijaga sama bupati sekarang (Adnan Purichta Ichsan),” tambahnya begitu antusias.
Tak heran, lanjut dia, kalau banyak warga dari daerah lain memilih pindah ke Gowa. Selain pendidikannya benar-benar tidak ada pungutan ‘satu rupiah pun’, juga warga yang ber-KTP Gowa bisa menikmati pelayanan kesehatan gratis. Begitu pun pelayanan pemerintah yang tidak lagi berbelit.
Dari ekspresi wajahnya, saya bisa menebak jika ia masih punya banyak kekaguman terhadap Ichsan yang ingin diutarakan. Tapi sayang, perjalanan kami sudah sampai di tujuan. Dan sebelum kami berpisah, saya pun menambahkan sedikit dari tarif yang kami sepakati di awal. Minimal sebagai pembeli minuman, pengganti percikan ‘air ludahnya’ selama perjalanan.
***
Rasa terima kasih pengemudi ini yang merasa sangat terbantu dengan terobosan Ichsan Yasin Limpo, juga sejalan dengan beragam kisah yang sempat diurai beberapa warga asal Gowa. Salah satunya, pengakuan seorang jurnalis yang sejak SD sampai SMA merasakan pendidikan gratis.
Jurnalis harian lokal di Sulsel itu, bahkan sempat “bersumpah” jika pilihannya saat Pilgub Sulsel 2018 tak akan lari dari Ichsan. Alasannya tegas, ia bisa kuliah dan menjadi wartawan, karena menikmati pendidikan gratis di Gowa.
“Saya dan adik-adikku bisa sekolah karena Pak Ichsan. Dari SD sampai SMA, kami menikmati sekolah gratis. Makanya biar saya diapakan, pilihan saya tetap Pak Ichsan,” katanya sebelum Pilgub Sulsel 2018.
Pendidikan gratis yang diterapkan Ichsan saat menjabat bupati Gowa, memang benar adanya. Tak heran, sejak kepergiannya, tidak sedikit narasi yang isinya sangat kehilangan “pejuang” dan penyelamat masa depan generasi muda.
Di berita yang pernah saya baca di salah satu media online, juga sempat memuat beragam komentar warga mengenai Ichsan Yasin Limpo. Seperti mahasiswi asal Gowa, Muliani.
Kepada wartawan, ia berterima kasih kepada almarhum IYL yang telah mengantarkan dirinya menuntut ilmu hingga ke tingkat perguruan tinggi.
“Waktu saya sekolah, saya tidak terbebani dengan biaya sekolah yang harus saya bayar karena ada program pendidikan gratis oleh Ichsan Yasin Limpo,” kata mahasiswi asal Desa Bontoloe, Kecamatan Bontolempangan, seperti yang termuat di Rakyatku.com, Kamis (1/8/2019).
Baginya, Ibu dan ayahnya pisah sejak tahun 2001. Mereka pisah saat dirinya masih berusia 5 tahun. Ayahnya hanya seorang petani dan ibu memilih menjadi TKW, tapi tidak pernah mengirimkannya uang. Untungnya, berkat Ichsan Yasin Limpo, ia bisa menikmati pendidikan gratis hingga tamat di SMAN I Bontolempangan.
Masih pengakuannya ke media itu, setelah lulus SMA, muncul niat Muliani untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun sayang, ayahnya tidak dapat menjamin untuk bisa membiayai kuliah anaknya hingga sarjana. Ani sapaan akrabnya pun menangis. Ia mengingat pesan kakeknya untuk terus belajar hingga sarjana.
Dirinya pun terpaksa menganggur selama satu tahun dan memilih bekerja sembari mengumpulkan untuk bisa mendaftar kuliah. Ani pun berhasil lulus dan diterima di Kampus STIE Tri Dharma Nusantara Makassar.
“Saat itu, ayah saya tidak bisa menjamin bahwa ia bisa membiayai kuliah saya karena keterbatasan dana. Namun sejak IYL terpilih menjadi bupati, saya pernah mendapat dua kali beasiswa kurang mampu dari beliau dan alhamdulillah, saat ini saya bisa kuliah dan saat ini saya baru saja selesai ujian skripsi, tinggal menunggu yudisium lalu wisuda,” bebernya.
***
Tentang kisah warga mengenai pendidikan gratis, juga ada kenangan haru tersendiri yang dirasakan Ichsan di hari terakhirnya menjabat bupati tahun 2015. Kala itu, ribuan orang melepaskannya. Jalanan macet, dan air mata bercucuran, sebagai tanda kehilangan seorang pemimpin yang betul-betul berjuang untuk rakyatnya.
Ichsan yang dikenal tak suka pamer “air mata” ke siapapun berusaha tegar. Ia tetap menyemangati rakyatnya, seolah memberi penegas, bahwa jabatan boleh berakhir, tapi kebersamaan akan selalu terawat. Silaturahmi bisa di tempat mana saja.
Kala itu ia “sukses” menahan tangis. Tapi Ichsan adalah manusia biasa. Air matanya tak terbendung begitu puluhan anak muda menunggunya untuk menemuinya langsung di rumah jabatan bupati di hari terakhirnya menjabat.
Ternyata puluhan anak muda itu, adalah putra-putri warga yang selama ini dibantu untuk dikuliahkan dan ditanggung pembayarannya hingga selesai oleh Ichsan di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Orangtuanya, ada yang pemulung, penyapu jalanan, hingga pengangguran.
Mereka secara khusus menemui Ichsan untuk menyampaikan rasa terima kasihnya yang banyak. Andai tak dibantu dan dibiayai Ichsan, mungkin mereka tak bisa menyandang gelar sarjana atau merasakan menuntut ilmu di perguruan tinggi.
Puluhan anak muda ini menangis terharu di depan Ichsan, meski ia tahu jika “pahlawannya” itu tak suka ada air mata di depannya. Di momen inilah, Ichsan yang “alergi” dengan tangis tak kuasa menahan air matanya.
Diaaat ia sudah melupakan pernah membiayai pendidikan keluarga yang tidak mampu, puluhan anak muda itu datang mengingatkan dan menyampaikan rasa terima kasihnya. Terima kasih, karena ia bisa sukses karena perhatian Ichsan. Terima kasih, karena kepedulian Ichsan, mereka bisa menyandang gelar sarjana. Terima kasih, karena tanpa mengharap pamrih, Ichsan benar-benar tampil sebagai pemimpin, sekaligus orang tua rakyat Gowa.
***
Almarhum Ichsan Yasin Limpo boleh meninggalkan kita semua. Tapi kebaikan yang pernah dibuatnya, Insyaallah amalnya akan terus mengalir. Cerita dan kisah kita, tentu bisa menjadi bagian dari doa.
Ia memang adalah manusia biasa yang juga punya kekurangan. Tapi kebaikan, kepedulian dan perhatiannya selama ini untuk rakyat, insyaallah semoga bisa menjadi penggugur dari kekhilafannya. Aamiin allahumma Aamiin!
Makassar, 25 Agustus 2019
Arif Saleh
The post “Pejuang Masa Depan Generasi Muda” appeared first on Maccanews.