MACCANEWS- Adanya pemilih yang memilih kolom kosong pada Pilkada Makassar 2018 bukan karena adanya arahan untuk merugikan pasangan calon, tetapi pilihan dari pemilih sendiri. Apabila dilakukan pembatalan kolom kosong hal tersebut justru melanggar hak konstitusional pemilih yang telah menyampaikan aspirasinya. Hal tersebut disampaikan Marhumah Majid selaku kuasa hukum KPU Kota Makassar dalam menyampaikan jawaban Termohon dalam sidang lanjutan perkara Penyelesaian Hasil Pemilihan (PHP) Kota Makassar yang digelar pada Rabu (1/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang dimohonkan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar Nomor Urut 1 Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams.
Adapun Panwas Kota Makassar diwakili Adnan Jamal dalam keterangan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif akibat keterlibatan ASN tidak bisa dianggap benar. “Pada dasarnya persoalan tersebut telah diselesaikan sesuai dengan tahapan penyelesaian permasalahan dalam pilkada. Jadi, hal tersebut bukanlah menjadi wewenang Mahkamah,” ujar Adnan terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 31/PHP.GUB-XVI/2018 ini.
Terkait perkara Nomor 30/PHP.GUB-XVI/2018, KPU Kota Makassar sebagai Termohon menyampaikan bahwa pembatalan Paslon Nomor Urut 1 Pilkada Kota Makassar 2018 adalah sah secara prosedural karena dilakukan secara berjenjang. “Sehingga dengan adanya putusan, maka permohonan Pemohon tidak miliki hak konstitusional sebagai calon walikota dan wakil walikota Makassar Tahun 2018,” jelasnya.
Sedangkan terkait perkara Nomor 2/PHP.GUB-XVI/2018, Marhumah memberikan jawaban Termohon terhadap permohonan yang didalilkan Achmad Faisal Andi Sapada dan Asriady Samad selaku Paslon Nomor Urut 2 dalam Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Kota Parepare Tahun 2018. Marhumah menjelaskan bahwa dalil keberatan Pemohon tentang pelanggaran administrasi, adanya pemilih tambahan, terdapat pembongkaran kotak suara adalah kewenangan dari Panwas dan jajaran pihak-pihak berwenang lainnya. “Jadi menurut Termohon itu bukan wewenang MK,” urainya.
Ada Kotak Suara Tak Bersegel
Adapun Zainal Asnun selaku perwakilan Panwas Kota Parepare menyampaikan keterangan terhadap dugaan pelanggaran berupa adanya kotak suara yang tidak bersegel dibenarkan oleh pihaknya. Namun, hal tersebut tidak dilanjutkan sebagai tindak pidana karena berdasarkan hasil penelusuran Panwas hal tersebut merupakan bentuk dari pelanggaran administrasi yang penyelesaiannya dilakukan bersama pihak penyelenggara Pilkada.
Kekalahan Kontestasi
Dalam sidang yang sama, Mahkamah Konstitusi juga menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Konawe. Pihak Terkait dalam perkara yang teregistrasi 54/PHP.BUP-XVI/2018 melalui Muhammad Ikbal menyebutkan dalil Pemohon yang tidak mengakui keabsahan hasil rekapitulasi Pilkada Kabupaten Konawe 2018 serta meminta mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 4 tanpa dapat menjelaskan alasan, dinilai pihaknya sebagai suatu alasan yang tidak dapat diterima. “Tidaklah beralasan apabila Pemohon menyampaikan hal tersebut. Oleh karena, itu menunjukkan salah satu bentuk tidak terima pihak Pemohonakan kekalahan dalam kontestasi pilkada” urai Ikbal.
Sedangkan Panwas Kabupaten Konawe yang diwakilkan oleh Ketua Bawaslu Sultra Hamiruddin Udu menjabarkan beberapa hal terkait laporan pengawasan Pilkada Kabupaten Konawe 2018. Adanya tindakan Termohon yang dinilai tidak melaksanakan putusan TUN yang berkekuatan hukum tetap, Panwas membenarkan adanya laporan hal tersebut. Namun dikarenakan tidak memenuhi syarat formil dan materil, baik laporan serta uraian peristiwanya sehingga laporan itu tidak bisa diregistrasikan oleh pihak Panwas sebagai sebuah bentuk pelanggaran. Selain itu, tambah Hamiruddin, terkait keabsahan rapat pleno yang dianggap tidak sah oleh Pemohon, Panwas menerangkan setiap rapat pleno selalu dihadiri ketua dan anggota yang berjumlah 4 orang. “Jadi, keputusan dari KPU itu sah sesuai dengan aturan perundang-undangan,” terangnya.
Lakukan Verifikasi
Sementara Perkara 63/PHP.BUP-XVI/2018 yang dimohonkan Paslon Nomor Urut 1 Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Dairi Tahun 2018 Depriwanto Sitohang dan Azhar Bintang yang mendalilkan Eddy Keleng Berutu dan Jimmy Andrea Sihombing untuk didiskulifikasi karena terdapat kejanggalan administrasi terkait Surat Keterangan Pengganti Ijazah dari salah satu Paslon Nomor Urut 2. Iqbal Tawakkal Pasaribu selaku kuasa hukum menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi ijazah. “Kami telah menemukan bahwa benar yang bersangkutan sekolah sesuai dengan tempat ijazah tersebut dikeluarkan. Sedangkan untuk tempat lahir yang berbeda,telah dilakukan klarifikasi pada paslon bahwa yang bersangkutan lahir di Dolog Hilir dan ada perbedaan pada bagian nama di ijazah, hanya perbedaan dari singkatan nama saja. Jadi, persoalan ijazah bukan kompetensi MK,” tandas Iqbal. (Sri Pujianti/Wan)