Oleh: Renny Puteri Harapan Rani Rasyid S.I.Pem, M.AP
(Ketua Umum De’Polic Indonesia)
Kemenangan kolom kosong alias “koko” berhasil menyedot atensi warga kota makassar bahkan sukses menjadi topik hangat secara nasional. umumnya yang terjadi, jika hanya ada satu paslon maka akan cukup “ringan” untuk memenangkan kontestasi pilkada. rupanya fenomena yang berbeda terjadi di kota makassar.
Sempat berhembus kabar bahwa ada aktor besar di balik kemenangan “koko”. logikanya.. bagaimana mungkin sebuah kotak kosong mampu mendatangkan dukungan sebegitu besar dan massif. De’Polic melihat fenomena ini menganggap bahwa tentu tidak baik menerka-nerka tanpa bukti otentik siapa aktor yang dimaksud segelintir orang, menanggapi secara logis tentu adalah pilihan yang lebih baik agar pikiran tetap pada tataran yang “waras” saja.
Warga kota makassar yang dikenal sudah cukup majemuk dan masuk kategori pemilih rasional bisa jadi faktor utama kemenangan “koko”. tanpa bermaksud mengabaikan sisi positif dan kelebihan dari paslon Appi-Cicu tentu tersingkirnya DP-Indira setelah berjibaku dengan rentetan persoalan yang cukup dramatis adalah sebuah magnet tersendiri yang diakui mampu menyedot rasa empati dari berbagai kalangan.
Ada sebuah dorongan dari warga kota makassar yang cenderung ingin melakukan pembuktian terbalik, bahwa meski dengan tersingkirnya DP-Indira adalah bukan sebuah “TIKET” pasti bagi Appi-Cicu untuk melenggang ke kursi kemenangan. dan itulah yang terjadi, seolah seluruh kekuatan terhimpun menjadi satu komitmen bahwa memenangkan “koko” menjadi simbol perjuangan dan kemenangan warga kota makassar yang merasa hak demokrasinya sedikit tersita hanya dengan hadirnya satu pilihan saja pada pilwalkot kota makassar.
Yang menarik kemudian dicermati adalah, seberapa besar porsi alasan-alasan logis keputusan warga dalam memilih “koko”? atau semata memang bagian dari rasa solidaritas dan empati saja? inilah yang selanjutnya akan menjadi tolak ukur sudah seberapa rasional dan cerdas pemilih di kota makassar yang dikenal sudah sangat multi-kultural.
Kami dari Democracy Political Public of Indonesia (De’Polic) yang memiliki visi dan misi yakni membangun pendidikan demokrasi politik dengan kultur yang lebih edukatif dan berkomitmen mengawal tiap kontestasi politik yang lebih fair, lebih social oriented tentunya akan terus menelaah, akan lebih banyak mengartikulasikan di ruang publik dan mempelajari fenomena semacam ini demi mengukur apa benar “hope” menjadi masyarakat sadar politik sudah “on going” dan sudah menuju karakteristik pemilih cerdas atau masih didominasi pengaruh sense of human dan rasa empati sebagai respons dan stimulasi karena kejadian tertentu saja.