MACCANEWS- Putusan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Makassar wajib dilaksanakan oleh KPU Makassar. Jika tidak, ancaman hukuman pidana menanti para komisioner KPU Makassar.
Menurut Tim Hukum pasangan Moh Ramdhan “Danny” Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi), Zulkifli Hasanuddin, ancaman pidana tersebut telah diatur dalam pasal 180 Undang-undang Pilkada.
Kemudian diperkuat oleh pasal 44 Perbawaslu nomor 15 tahun 2017 yang mengatur tentang putusan Panwaslu yang bersifat mengikat.
“Pasal 44 Perbawaslu Nomor 15 tahun 2017 itu mengatur putusan Panwaslu bersifat mengikat, artinya KPU wajib menjalankan amar putusan Panwaslu, dan bilamana KPU tidak segera mengeksekusi putusan Panwaslu, maka KPU dapat dikategorikan melanggar pasal 180 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada,” ujarnya, Senin (14/5/2018).
Dalam aturannya dijelaskan, setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah).
Tim Hukum DIAmi lainnya, Akhmad Rianto menyatakan, amar putusan Panwaslu Makassar sangat jelas memerintahkan KPU Makassar untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) baru atas dua pasangan calon (paslon) pada kontestasi Pilwalkot Makassar 2018.
“Amar putusannya jelas untuk memerintahkan KPU melaksanakan putusan dari Panwaslu,” singkatnya.
Sementara itu, Humas Panwaslu Makassar, Muhammad Maulana mempertegas, keputusan Majelis Musyawarah Sengketa Pilkada Kota Makassar antara Pemohon Moh Ramdhan Pomanto dan termohon KPU Makassar, sifatnya wajib dilaksanakan.
“Hasil keputusan ini bukan rekomendasi,” katanya.
Keputusan Panwaslu yang mensahkan pasangan DIAmi sebagai peserta Pilkada sifatnya final dan mengikat. Artinya KPU Makassar tidak diberikan sarana hukum lagi untuk melakukan upaya hukum.
Dalam Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 135A, KPU tidak diberi ruang untuk menggugat keputusan Panwaslu ke Mahkamah Agung (MA). Begitupun dalam Peraturan MA (Perma) nomor 11 tahun 2016 tentang tata cara penyelesaikan sengketa TUN pemilihan dan sengketa pelanggaran administrasi pemilihan, KPU juga tidak diberi ruang untuk menggugat ke MA.
“Kami posisinya mengawal pelaksanaan tindaklanjut putusan Panwas oleh KPU,” kata Maulana.
Keputusan Sidang Musyawarah Sengketa Pilkada Kota Makassar, Minggu 13 Mei 2018, memerintahkan KPU Makassar membatalkan Surat Keputusan (SK) KPU Makassar yang menjadikan pasangan Munafri Arifuddin – Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) sebagai calon tunggal di Pilkada Makassar.
Majelis kemudian memerintahkan KPU Makassar membuat SK baru, menjadikan pasangan Mohammad Ramdhan Pomanto – Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) ikut sebagai pasangan calon yang sah di Pilkada Makassar.
Sekadar diketahui, berdasarkan hasil putusan Panwaslu Makassar ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan hukum. Pertama, mengenai legal standing pemohon dan termohon, dimana pemohon memiliki kedudukan hukum untuk menggugat KPU, dan Panwas memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa yang diajukan oleh pemohon.
Kedua, tentang nebis in idem, objek gugatan pemohon tidak nebis karena merupakan KTUN yang berbeda dari objek gugatan sebelumnya.
Ketiga, pasangan DIAmi dalam sengketa di PTTUN dan MA, seharusnya dilibatkan. Majelis bisa berinisiatif untuk menghadirkan DIAmi sebagai para pihak dalam sengketa di PTTUN. Tapi dalam pelaksanaannya, pasangan DIAmi tidak dilibatkan sama sekali. (*)