Indahnya Musyawarah Menolak Akronim Politisasi SARA

oleh
oleh
Indahnya Musyawarah Menolak Akronim Politisasi SARA

Oleh: Musni Umar, Sosiolog dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Pada 19-21 April 2018, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah menginisiasi pertemuan konsolidasi dengan pimpinan perguruan tinggi, organisasi massa, lembaga swadaya, media, pemuda, pemuka agama, lembaga survei dan lain-lain.

Pertemuan tersebut patut diapresiasi karena melibatkan masyarakat madani (civil society) untuk menyukseskan pilkada 2018 dan pemilu 2019. Apalagi diakhir pertemuan konsolidasi yaitu hari ini 21 April 2018 akan dilaksanakan Deklarasi Tolak dan Lawan Politik Uang dan Politisasi SARA.

Akan tetapi, penggunaan kata politisasi SARA, saya sangat keberatan.  Hal itu, saya kemukakan dalam sidang komisi.  Ungkapan yang sama, saya sampaikan dalam sidang pleno.

Dalam pembahasan konsep deklarasi yang telah disiapkan oleh Steering Committee (SC) yang diberi judul DEKLARASI TOLAK DAN LAWAN POLITIK UANG DAN POLITISASI SARA, terjadi perdebatan yang sangat alot.

Dalam respon saya tentang istilah atau akronim politisasi SARA, saya kembali menegaskan ketidaksetujuan penggunaan istilah tersebut.   Jika judul tersebut tetap dipaksakan,  saya tidak akan ikut  menandatangani deklarasi tersebut.  Pernyataan saya dalam rapat pleno tadi malam didukung banyak pihak, tetapi ada juga yang tetap mendukung judul semula.

Setidaknya ada tiga alasan, saya  menolak akronim politisasi SARA, pertama, akronim SARA telah menimbulkan kecurigaan kepada umat Islam.  Buktinya setiap Jumat dan setiap ada kegiatan, selalu ada aparat hadir di Masjid.

Kedua, akronim SARA telah digunakan alat politik. Mereka yang mengeritik segera diberi label SARA.

Ketiga, akronim SARA telah memasung demokrasi dan membuat takut para dai untuk menyampaikan firman Allah karena khawatir dituduh  SARA dan dilapor ke polisi.

Atas dasar itu, saya mengusulkan supaya tidak akronim politisasi SARA.

Untuk menemukan titik temu, ditayangkan pasal 280 UU No. 17 Tahun 2017, pada sub c dan d disebutkan bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang:
c.  menghina seseorang, agama suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta Pemilu yang lain;
d.  menghasut, dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat.

Setelah pasal tersebut ditayangkan, maka dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengusulkan tajuk DEKLARASI TOLAK DAN LAWAN POLITIK UANG,  PENGHINAAN, PENGHASUTAN SERTA ADU DOMBA DALAM PILKADA 2018 DAN PEMILU 2019.

Tajuk deklarasi tersebut akhirnya disepakati semua masyarakat madani yang hadir dalam pertemuan konsolidasi dan sebanyak 7 butir deklarasi yang akan disampaikan pagi ini di halaman Hotel Mercure Ancol Jakarta disesuaikan dengan tajuk di atas dan semua yang hadir akan menandatangani deklarasi yang   akan diserahkan kepada Ketua dan jajaran komisioner Bawaslu RI setelah dibacakan dalam acara deklarasi.

Sebelum sidang pleno ditutup, saya intrupsi dan mengusulkan supaya kata persatuan dan kesatuan di masukkan ke dalam satu butir dari 7 butir pernyataan.  Ada juga yang mengusulkan agar Pancasila dan NKRI dimasukkan di dalam salah satu butir deklarasi.

Alangkah indahnya musyawarah dan mufakat serta  lapang dada dalam membahas suatu masalah.

Allahu a’lam bisshawab

No More Posts Available.

No more pages to load.