MACCANEWS– Mahkamah Agung (MA) Diminta untuk tidak ikut-ikutan melanggar Peraturan MA (Perma) Nomor 11 Tahun 2016 sebagaimana pelanggaran kewenangan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dalam menyidang dan memutus sengketa yang diajukan pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).
Pakar tata usaha negara, Prof Dr Amiruddin Ilmar mengatakan PTTUN telah melanggar perma sebab gagal membedakan antara sengketa TUN pemilihan dan sengketa pelanggaran. Gugatan yang diajukan Appi-Cicu adalah ranah pelanggaran yang menurut UU Nomor 10 tahun 2016 junto PKPU No. 15 Tahun 2017 dan Perbawaslu No 14 dan 15 tahun 2017 merupakan wewenang Bawaslu, bukan wewenang PTTUN.
“Putusan sesat lahir karena hakim keliru dalam mempertimbangkan fakta-fakta persidangan ataupun karena keliru dalam menerapkan aturan-aturan dan norma-norma persidangan. Mestinya Appi-Cicu tidak menggunakan jalur sengketa, tapi jalur pelanggaran. Karena menggunakan jalur sengketa pasti jadinya salah alamat. Sehingga putusan PTTUN menjadi putusan sesat karena salah kamar,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin ini dalam diskusi bertema “Membedah Dampak Putusan MA” di Warkop Dottoro, Jalan Boulevard, Makassar, Minggu (15/4/2018).
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas ini menjelaskan dalam Perma No 11 tahun 2016 pasal 1 ayat 10 juga disebutkan bahwa Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan adalah sengketa antara pasangan calon kepala daerah melawan KPU sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang pembatalan pasangan calon.
Sementara dalam Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemohon sengketa pelanggaran administrasi pemilihan merupakan pasangan calon kepala daerah yang terkena sanksi administrasi dari KPU tentang pembatalan sebagai pasangan calon.
“Substansi gugatan Appi-Cicu bukan sengketa TUN tapi pelanggaran yang ranahnya ada di Bawaslu. Anehnya PTTUN menerima dan mengesahkan bahwa ini sengketa TUN. Mudah-mudahan MA bisa melihat kasus ini secara jernih sehingga tidak terjebak dengan kekeliruan yang dilakukan PTTUN. Kalaupun nanti MA juga tidak mempertimbangkan putusan Bawaslu kemarin maka saya secarapribadi menilai hakim MA juga benar-benar sesat,” tandas Aminuddin.
“Sengketa TUN pemilihan itu obyeknya adalah apakah putusan KPU sudah memenuhi syarat pencalonan dan syarat calon. Sementara pasal 71 itu adalah tentang larangan sehingga konteksnya adalah pelanggaran. Dan inikan sudah di musyawarah-sengketakan di panwas bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan KPU terhadap penetapan pasangan calon oleh karena itu ditolak. Inilah yang dijadikan dasar oleh penggugat untuk membawa ke PTTUN. Celakanya PTTUN menganggap ini sengketa TUN pemilihan, bukan sengketa pelanggaran,” imbuhnya. (*)