Terkait Sengketa Pilkada Makassar,Tim Hukum DIAmi Sebut Eksepsi KPU Makassar Keliru

oleh
oleh
Terkait Sengketa Pilkada Makassar,Tim Hukum DIAmi Sebut Eksepsi KPU Makassar Keliru

MACCANEWS – Sengketa hasil pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwalkot) Makassar yang diajukan Moh Ramdhan “Danny” Pomanto – Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki sidang kedua. Sidang itu mengagendakan jawaban KPU Makassar.

Kuasa hukum KPU kota Makassar Marhumah Majid menjelaskan bahwa dalam sidang itu pihaknya tidak langsung memberikan jawaban terhadap gugatan pemohon. Namun, pihaknya terlebih dahulu menyampaikan eksepsi atau nota keberatan kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tadi itu jawaban tentu ada eksepsi yah, pertama karena DIAmi tidak memenuhi legalstanding. Materi gugatannya kan bukan tentang perselisihan hasil, yang disampaikan kan tentang pembatalannya, minta diikut sertakan,” ujar Marhumah saat dihubungi lewat sambungan selulernya, Rabu (1/8/2018).

Di lain sisi, DIAmi kata Marhumah bukan lagi Paslon dan bukan juga dari pemantau, jadi dianggap tidak memenuhi syarat atau tidak mempunyai legal standing. Sementara permohonan yang digugat oleh DIAmi kata Marhumah juga tidak bisa dikabulkan.

Misalnya, soal permintaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan mengakomodasi DIAmi kembali sebagai Paslon berdasarkan SK Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kota Makassar. Dimana saat itu, Panwaslu membatalkan SK KPU tentang pasangan calon tunggal di Pilwalkot Makassar.

“Itu kita tolak permohonannya. Alasannya, kenapa nda dijalankan karena itu kan menjalankan keputusan pengadilan. Sementara yang kita ketahui, kewenangan Panwaslu diawal, tidak berwenang,” papar Marhumah.

Terpisah, kuasa hukum DIAmi Ansar Makkuasa menilai eksepsi pihak KPU kota Makassar dianggap wajar saja sebab kapasitasnya sebagai termohon. Hanya saja, dalil eksepsi itu dianggap keliru karena bertolak belakang dengan materi gugatan DIAmi.

“Itu haknya KPU mengatakan seperti itu, bisa saja. Tapi yang perlu diingat adalah, yang menjadi gugatan DIAmi adalah KPU tidak mengeksekusi putusan Panwaslu kota Makassar. Itu saja. Putusan itu masih hidup,” ujar Ansar lewat samubngan selulernya.

“SK KPU No 64 itu cacat hukum. Silahkan saja mengatakan tidak punya legal standing. Tapi pada intinya kami tetap mengawal keputusan Panwaslu,” sambung Ansar.

Sementara itu, Refly Harun  bahkan menilai pernyataan KPU kota Makassar tidak seperti kenyataannya. Utamanya saat sidang di Panwaslu kota Makassar yang tidak mengakomodasi kembali pasangan DIAmi.

“Keputusan Panwaslu wajib dilaksanakan. Kalau mereka mengatakan Panwaslu tidak berwenang, kenapa mereka hadir dalam persidangan, mereka datang, mereka menjawab, menggunakan segala haknya, tapi tidak mau melaksanakan keputusan? Ini kan jadi aneh,” ujar Refly.

Jika KPU kota Makassar menilai Panwaslu tidak berwenang saat itu, menurut Refly sederhana saja jalannya, yakni mengajukan upaya hukum lain, bukan malah mengikuti musyawarah sengketa di Panwaslu.

“Kalau putusan Panwas tidak dilaksanakan, ini pelanggaran kode etik yang serius. KPU RI pernah dinyatakan melanggar kode etik ketika tidak melaksanakan keputusan Bawaslu RI terkait lolosnya PKPI,” ujar Refly. (**)

No More Posts Available.

No more pages to load.