KPU RI: Jika Bentuknya Rekomendasi Boleh Ditafsirkan, Tapi Putusan Wajib Dilaksanakan

oleh
oleh
Tegakkan Aturan, KPU Harus Ikuti Putusan Panwaslu

MACCANEWS- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, menegaskan bahwa Bawaslu mempunyai kewenangan baru yang harus dijalankan KPU.

Menurutnya, dalam sidang ada dua hal yang dikeluarkan oleh Bawaslu. Berupa rekomendasi, atau berupa putusan yang sebenarnya ada di undang-undang nomor 7 tahun 2017. Bahwa bawaslu diberi kewenangan untuk memutus.

“Kalau keluarnya berupa putusan, KPU tidak boleh menafsir. Apapun bunyi dan isi putusan KPU harus dijalankan dalam waktu yang sudah ditentukan,” ucap Arief Budiman, dalam video yang diunggah rumahpemilu.org.

Mantan anggota KPU Jawa Timur ini juga mengatakan, apabila dalam surat yang dikeluarkan Bawaslu berupa rekomendasi agak merepotkan KPU, karena dugaan pelanggaran administratif, KPU sudah mengatur dalam peraturan KPU nomor 25 Tahun 2013.

“Jadi dulu KPU berpedoman pada peraturan KPU nomor 44 tahun 2008. Namun karena regulasi berubah, kemudian menyesuaikan pada peraturan KPU nomor 25 tahun 2013. Terkait dengan dugaan pelanggaran administrasi. Olehnya karena itu KPU diberi kewenangan meneliti kalau bentuknya rekomendasi. Tapi kalau bentuknya putusan itu wajib tanpa harus verifikasi, kaji, dan menafsirnya lagi,” jelasnya.

Dikaitkan dengan Pilkada Makassar, dimana Panwaslu Makassar pada Minggu 13 Mei 2018 menerima permohonan DIAmi atas sengketa Pilkada Makassar.

Pakar Hukum Tata Negara asal Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof, Dr. Aminuddin Ilmar mengungkapkan putusan Panwaslu Makassar wajib dilaksanakan oleh KPU Makassar. Kewajiban KPU Makassar kata dia, karena berdasarkan undang-undang yang berlaku, keputusan Panwaslu tersebut bersifat final dan mengikat.

“Kalau berdasarkan apa yang menjadi keputusan panwas kemarin, dan berdasarkan ketentuan Undang-undang 10 tahun 2016, di situ disebutkan bahwa putusan panwas merupakan putusan terakhir dan bersifat mengikat,” tegasnya, Senin (14/5/2018) kemarin.

Jika KPU tidak melaksanakan, maka ada beberapa sanksi yang bisa diterima. Mulai dari sanksi administratif, pemecatan, hingga sanksi pidana.

“Bisa dipidana, dan bisa juga dilaporkan ke bawaslu, kemudian ke DKPP, nanti DKPP akan ambil tindakan. Sanksinya berat, bisa pemecatan pada semua anggota KPU. Itu namanya pembangkangan,” paparnya.

KPU disebutnya tidak memiliki pilihan lain selain melaksanakan putusan panwaslu. Alasannya karena sebelumnya KPU telah melaksanakan keputusan Mahkamah Agung (MA).

Keputusan MA tersebut dieksekusi dengan terbitnya SK KPU nomor 64 yang membatalkan pencalonan pasangan Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi).

Namun, SK tersebut digugat melalui panwaslu karena terdapat cacat substansi, dan ada pihak yang merasa dirugikan. Artinya, menurut dia, yang digugat bukanlah keputusan MA, meskipun dasarnya bahwa KPU jalankan putusan MA.

Gugatan di panwaslu sangat memiliki dasar, karena hal itu merupakan ranah sengketa pilkada, dan ada pasangan calon yang dirugikan.

“Nah ini yang harus dipahami, bahwa putusan MA itu kan sudah dieksekusi, jadi jangan dikira bahwa tidak pernah dieksekusi,” pungkasnya.

Dengan demikian, Prof Aminuddin Ilmar menambahkan, tidak bisa lagi dipertentangkan bahwa ada 2 keputusan yang harus dilaksanakan oleh KPU.

Jika KPU melaksanakan keputusan panwas, disebutnya tidak ada pihak yang dirugikan. Namun jika ada yang merasa dirugikan terhadap keluarnya keputusan tersebut, maka dia boleh mengajukan gugatan sengketa. (Wan)

No More Posts Available.

No more pages to load.